Mereka yang hanya memuja-Ku saja, tanpa memikirkan yang lainnya lagi, yang senantiasa penuh pengabdian, kepada mereka Ku bawakan segala apa yang mereka tidak punya dan Ku lindungi segala apa yang mereka miliki.

Berbahagialah dilahirkan menjadi manusia, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk walau hidup kita tidak makmur, hendaklah menjadikan kita berbesar hati. Sebab amat sulit dapat dilahirkan menjadi manusia, meski kelahiran hina sekalipun. Demikian wejangan yang disampaikan oleh Bhagawan Wararuci dalam kitab suci Sarasamuscaya.

Manusia tidak dapat lari dari kenyataan hidup yang penuh dengan perjuangan membangun cinta kasih dalam diri dan di tengah-tengah masyarakat. Tentu perjuangan ini tidak mudah, memerlukan pengorbanan terus-menerus baik pisik, materi bahkan psikis. Membina cinta kasih dengan sesama manusia dan kepada Tuhan sering lenyap dihanyutkan oleh berbagai kepentingan dan bersifat pamrih. Kita dapat melihat dalam dinamika kehidupan modern ini, ada sesuatu yang bergeser. Salah satu aspek yang bergeser adalah orientasi hidup manusia mencari "KETENANGAN JIWA" bergeser menjadi mencari "KESENANGAN DUNIAWI". Kesenangan duniawi itulah dianggap sebagai tujuan hidup (hedonisme) yang benar. Mencari senangan hidup tanpa kesadaran untuk membatasi diri akan menimbulkan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Hidup yang hanya mengejar kesenangan duniawi menyebabkan timbulnya gaya hidup biaya tinggi. Gaya hidup biaya tinggi melahirkan manusia sibuk mencari uang. Untuk dapat bersenang-senang membutuhkan uang yang banyak. Contoh : orang yang kecanduan Narkoba, kecanduan miras, kecanduan judi, kecanduan main perempuan, semua ini memerlukan uang yang tidak sedikit. Akibat pengaruh dari kecanduan ini segala cara pun dilakukan, yaitu mencopet, menipu, pemerasan, pengancaman, merampok, memperkosa dan membunuh. Sebagai terminal hasil perbuatannya itu menghuni rumah dengan tembok jeruji besi.

Kata kunci dalam menjalani dinamika hidup sebagai manusia ada empat. Pertama, apapun yang kita miliki dan seberapa pun kita mendapat reziki kita harus dapat mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, karena semuanya itu adalah titipan yang suatu saat akan meninggalkan kita. Kedua, Jadikanlah kitab suci Veda sebagai pedoman hidup untuk menuntun ke jalan yang diberkati. Ketiga, yang dapat menolong diri kita dari lembah penderitaan adalah diri kita sendiri, yaitu dengan semangat dan tekad yang kuat untuk menjadi manusia yang memiliki jati diri. Keempat, dekatkan diri pada Tuhan, agar segala ujian berat dapat kita lewati dengan hati yang lapang.

Tuhan telah berjanji "Mereka yang hanya memuja-Ku saja, tanpa memikirkan yang lainnya lagi, yang senantiasa penuh pengabdian, kepada mereka Ku bawakan segala apa yang mereka tidak punya dan Ku lindungi segala apa yang mereka miliki.

Memahami Sabda Tuhan ini hendaknya jangan sampai salah mengerti. Manusia tetap berusaha, dan berencana, hasilnya serahkan kepada Tuhan. Karunia Tuhan bukanlah berupa kenikmatan semata-mata. Penderitaan dan kesukaran pun merupakan karunia Tuhan. Tuhan tentunya maha tahu apa yang kita butuhkan. Karena tidak setiap penderitaan dan kesukaran itu merupakan hal yang negative. Banyak penderitaan yang menyebabkan orang bangkit, sadar dan tekun berpegang pada Dharma, akhirnya mereka sukses dalam hidup baik berupa berkecukupan sandang papan dan pangan. Kesadaran dan ketekunan adalah hal yang amat bernilai tinggi dan itu baru didapat setelah Tuhan memberikan penderitaan dan kesukaran hidup.

Rama sebagai putra mahkota kerajaan Ayodya dibuang di tengah hutan oleh ayahndanya, akibat niat jahat ibu tirinya, demikian pula Panca Pandawa dibuang ditengah hutan selama 12 tahun dan 1 tahun dalam penyamaran, karena keserakahan Korawa, hidup mereka penuh dengan penderitaan dan kesukaran. Arjuna salah satu Putra Pandu mendapat senjata-senjata sakti dari para dewa setelah melalui penderitaan yang luar biasa. Mereka tetap menjalani penderitaan dan kesukaran hidup dengan jiwa besar dan kesabaran serta senantiasa dekat dengan Tuhan.

Penderitaan dan kesukaran hidup yang dialami manusia memiliki dimensi yang luas. " Penderitaan dipandang sebagai penderitaan, maka " penderitaan " akan tetap sebagai penderitaan. Kalau " Penderitaan dipandang sebagai " karunia " Tuhan dan " ujian " bagi perjalanan hidup kita, maka penderitaan itu akan merupakan proses penguatan, peningkatan dan penyucian diri bagi manusia dalam pendakian spiritual menuju Brahman. Penderitaan harus dipandang sebagai proses kristalisasi jiwa menuju penglihatan di dalam diri. Penglihatan ke dalam diri akan membawa kemurnian jiwa tanpa selubung kegelapan hawa nafsu yang menggelora. Hanya jiwa yang murni akan dapat menjangkau kesucian Tuhan.