Termasuk dari perbuatan syirik memakai sesuatu yang dikalungkan dan benang serta dengan yang sejenis keduanya untuk menghilangkan petaka atau menolak petaka. Letak syirik dari perbuatan ini adalah orang yang melakukannya telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab, baik secara syar’i ataupun ketentuan takdir sebagai sebab dan ini menunjukkan bahwa hatinya telah bergantung kepada selain Allah, maka dari sinilah terjadi perbuatan syirik yang dilarang oleh Allah. Kenapa bergantung kepada selain Allah, karena Allah tidak menjadikannya sebagai sebab baik secara syari’at dan tidak pula secara ketentuan takdir. Tauhid adalah sebaliknya yaitu hanya menggantungkan hati hanya kepada Allah dalam mencari manfaat atau menolak bahaya.
- Seorang hamba tidak boleh manjadikan sesuatu dari sebab kecuali apa yang ditetapkan bahwasanya itu adalah sebab baik secara syari’at atau secara ketentuan takdir, artinya kita tidak boleh menganggap sesuatu sebagai sebab kecuali ada dalil syar’i bahwa ini adalah sebab untuk sesuatu, misalnya kita mengobati dengan membaca Al-Quran yang diistilahkan dengan ruqyah, kita anggap sebagai sebab penyembuhannya karena ada dalilnya dari Al-Quran maupun dari As-Sunnah, demikian pula tidak boleh kita menetapkan sesuatu itu sebagai sebab kecuali apabila hal itu merupakan sebab secara ketentuan takdir, artinya secara hukum alam ini Allah menetapkan bahwa hal itu adalah merupakan sebab bagi sesuatu, contohnya makan sebab untuk kenyang, minum sebab seorang terlepas dahaganya, api adalah sebab kebakaran, air adalah sebab basah dan ini secara ketentuan alam terbukti, Allah menginginkan bahwa hal-hal ini sebagai sebab yang lain, maka tidak boleh kita menjadikan sesuatu sebagai sebab kecuali apa yang ditetapkan syari’at ini sebagai sebab atau diketahui dari ketentuan takdir.
- Untuk mengetahui bahwa sesuatu adalah sebab secara takdir apabila kita melihat pengaruhnya yang begitu tampak dan berhubungan langsung dengan akibatnya, bukan hanya sekedar pengaruh kejiwaan (sugesti) dan bukan pula semata-mata sangka-sangka atau duga-duga sebagian orang tetapi haruslah dengan akibat yang tampak nyata dan berhubungan langsung, sebagai contoh kita menelan pil tidur maka pengaruhnya jelas, orang yang menelannya memang akan tertidur dan hubungannya erat karena dzat-dzat yang membuat seorang datang rasa kantuknya dan tertidur.
- Seorang yang memakai benang atau sesuatu yang lain yang dikalungkan atau yang digelangkan untuk menolak petaka atau menhilangkan petaka maka ini tidak memiliki dalil syar’i bahwa yang demikian itu adalah sebab untuk menghilangkan petaka bahkan dalil syar’i melarangnya dan tidak pula secara takdir karena pengaruhnya tidak jelas dan hubungan antara sebab akibatnya tidak tampak langsung, apa hubungannya dengan mengalungkan benang dengan menolak petaka, ini tidak bisa dibuktikan.
- Tidak boleh seorang hamba bersandar kepada sebab-sebab tersebut tetapi hendaklah bersandar kepada pencipta sebab. Kita diperintahkan untuk menjalankan sebab tetapi bukan berarti hati kita digantungkan kepada sebab, kalau kita sakit maka kita diperintahkan untuk berobat tetapi kita tidak menyandarkan diri kepada obat tersebut tetapi hanya menyandarkan diri kepada pencipta sebab tersebut yaitu Allah, maka seorang ahli tauhid hatinya tergantung kepada pencipta sebab dan jasadnya melaksanakan sebab tersebut.
- Hendaklah seorang tahu bahwa sebab-sebab itu meskipun besar dan kuat maka sesungguhnya sebab-sebab itu terkait dengan ketentuan Allah dan takdir-Nya, tidak mungkin sebab-sebab itu keluar dari takdir Allah dan Allah yang berbuat atas sebab-sebab itu sekehendak-Nya.
- Ketentuan Allah bahwa sebab akan membawa akibat tetapi tidak mutlak, karena Allah terkadang menciptakan sebuah penghalang sebab itu untuk menimbulkan akibat, misalnya ada orang makan tapi tidak kenyang karena Allah jadikan padanya penghalang, mungkin makannya tidak diberkahi walaupun makannya banyak (seperti tidak membaca basmalah sebelum makan), misal lain bahwa api itu membakar tapi pada sebagian keadaan Allah tidak menginginkan, Allah menjadikan penghalang, seperti yang terjadi pada Nabi Ibrahim, Allah berkuasa atas apa yang dikehendaki Allah, demikian juga apabila Allah menhendaki sesuatu maka tidak akan ada yang bisa untuk menghalanginya, maka berarti induk segala sebab adalah kehendak Allah, tidak akan ada sesuatu dari sebab yang membawa akibatnya kecuali dengan kehendak Allah, maka sebesar dan sekuat apapun sebab tersebut tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak Allah dan ketika suatu sebab membawa kepada akibatnya ini untuk menunjukkan kepada kita besarnya hikmah Allah dimana Allah mengikatkan secara erat antara sebab dan akibat, dan ketika Allah menjadikan sebab tidak membawa kepada akibatnya atau membawa kepada sebaliknya untuk menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah.
0 komentar:
Posting Komentar