Ayat kedua dari Surat Al-Fatihah adalah “Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam”. Kita harus menyadari bahwa yang dimaksud alam di sini adalah alam semesta secara keseluruhan, bumi, langit, cosmos, galaksi, dan semuanya termasuk multiverse (jika memang Allah menciptakan alam semesta tidak cuma satu). Selain apa-apa yang kita lihat besar, Allah juga menciptakan yang kecil dan superkecil, butiran pasir, sel, molekul, atom, elektron, quark, neutrino, dan juga dark matter.

Sebagai Fisikawan, atau lebih tepatnya calon Fisikawan Muslim, sudah seharusnya kita bisa mentafakuri ciptaan Allah yang menjadi keseharian dari apa yang kita pelajari dan nantinya kita reveal. Seorang Fisikawan Muslim yang betul-betul muslim akan menemukan kebenaran bahwa Allah itu ada, Allah-lah yang menciptakan semua alam semesta ini, dan Allah itu Maha Pencipta, Maha Besar. Dengan menjadi seorang Fisikawan, seseorang sebenarnya lebih dekat untuk membaca ayat-ayat Kauniah Allah dan Allah telah berjanji untuk meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Selain itu, kadar keimanan kita seharusnya bertambah saat kita menemukan kenyataan seperti itu pada saat kita belajar, termasuk belajar Fisika yang berarti merenungi ciptaannya.

Abdus Salam, nobelis Fisika Muslim pertama, berkata bahwa seorang fisikawan muslim harusnya bisa mendeduksikan pemikirannya bermula dari Al-Quran. Itu bukan berarti bahwa Al-Quran dianggap sebagai kitab sains. Akan tetapi, banyak sekali simpul-simpul dalam Al-Quran yang memberi isyarat bahwa di titik itulah kita harus memulai pencarian sains, merenunginya, mengamatinya, dan mempelajarinya. Memang ada ayat-ayat yang secara eksplisit menerangkan hal itu seperti Al-Mu’minuun ayat 13 tentang kandungan seorang ibu. Akan tetapi, ada juga yang secara implisit menyuruh kita untuk membuka tabir misteri ilmu pengetahuan dalam hal itu. Seperti ayat yang menyatakan bahwa alam diciptakan dalam enam masa. Belum tentu ayat itu berarti menerangkan bahwa enam masa itu adalah enam masa seperti apa yang kita sekarang. Dalam Teori Big Bang, sebenarnya ada enam frame proses tersebut dimana satu sama lain memiliki periode waktu yang berbeda-beda namun sangat jelas batas antara frame yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan teori pembentukan cosmos dan bumi dimana mereka pun dalam enam tahap. Jadi belum tentu tafsir ayat tersebut seperti itu. Bisa saja Allah menciptakan mekanismenya bukan seperti itu.
Yang terpenting ialah bahwa Allah-lah yang telah menciptakan alam semesta ini. Dalam suatu ayat, dinyatakan jika Allah berkehendak jadilah sesuatu, maka jadilah. Akan tetapi bisa saja yang dimaksud dengan itu tidak selalu zip jadi melainkan masih melalui proses yang panjang. Dan kita harus ingat bahwa Allah berfirman bahwa urusan di langit itu satu hari sama dengan 50000 tahun menurut perhitungan kita. Jadi apa yang bisa dilakukan oleh manusia adalah mentafakuri, mempelajari apa yang ditemukan, dan dari proses itulah kita akan mendapatkan bahwa Allah-lah yang Maha Pencipta. Bahkan banyak juga ilmuwan-ilmuwan yang semula kafir tetapi dalam perjalanan dia sebagai seorang ilmuwan, ia mendapatkan hidayah dan akhirnya menjadi Islam seperti Maurice Bucaille.

Yang menjadi permasalahan sekarang, banyak sekali ulama atau ilmuwan pemula yang dengan mudah melakukan induksi dari apa yang ia temukan dan menyatakan bahwa hal itu cocok dengan ayat ini. Padahal bisa saja hal itu masih merupakan teori yang bahkan di kalangan manusia saja masih belum menjadi general truth. Hal ini justru bisa menjadi bumerang buat Islam seandainya teori itu salah. Dan kita harus ingat Al-Quran bukan buku Sains. Jadi apa yang bisa kita lakukan adalah proses deduksi dari ayat-ayat Al-Quran, bukan proses induksi karena satu ayat di Al-Quran bisa ditafsirkan dalam banyak hal bukan hanya harfiah saja.